Jumat, 06 Desember 2013

puisi terbaik 6


Duka di Ufuk Senja

Terkenang pada masa lampau
Hidup yang tampak galau
Yang sempat layu
Dosa insan yang bau
Kau didera tuk menghalau
Palang hina tempatmu…

Arek-arek itu mengelilingi-Nya
Menuntun berdandankan kebejatan
Kelaliman mengitarinya dengan mesra
Saat dunia ingin menangis peluh
Teriring kembang flamboyan pun gugur
Derai mata yang tak malu datang
Menatap tubuh rapuh dibalut selempengan kotoran
Melepuh di sekujur tubuh
Terpampang kisah penuh pilu
Tragis memang…
Melalang duka kian kuat
Pun mulut tak berhenti berucap
Salibkan Dia… Salibkan Dia!!
Mengantar amukan dunia yang penuh makian

Kerikil tajam menjadi saksi tanya
Cadas pun ikut bergeming
Tak perlu hidup yang baik
Raja siang tak lagi kuat bersinar
Ingin menyembah-Nya pula
Dihadapan singgasana duka

Golgota…
Ronamu berbekas merah kemilauan
Bercampur dengan debu mengepul
Meletup meracik nada emosi
Berbekas pada tapak-tapak bengis
Melantunkan pada puncak nyanyian dosa
Memeluk tubuh bersimbah darah mendidih
Mengelas niat yang tak luntur
Yang menjerit atas kelaliman penguasa
Tertetak pada bulu paku yang enggan bercerita

Bilur pun mulai merengek
Menuntut perak itu
Naif tirai kepalsuan yang terbuka…
Serak suara menggoda tawa..
Membingkis cemoohan..
Terpekur dalam ketakberdayaan

Saat awan kumulus mengawal pergi
Lolongan bertaubat benci pun bersahut-sahut
Saat raga lemah tak kuat melawan
Saat perih mulai menangis
Dengan hati tersayat teriris
Pada jiwa yang berlagak sadis
Bermuka iblis…
Riuh pun tak mau menepi
Pada tempat yang sepi
Muslihat datang menanti
Untuk sebuah kematian suri
Meski sang waktu tak mau berhenti
Yang terurai pada bayang semu..

Bergurau pada cinta lama yang pernah pudar
Bertahan dalam kubangan olokan
Dijarah oleh maut
Terekam jejak pahit yang tak mau hilang
Basi menghimpit bumi
Menelanjang rupa-Mu
Melucuti cinta-Mu
Didekap perak berumur muda
Bukan sekedar mengemis cinta
Bukan menggenggam mawar pada seutas harapan
Yang enggan bertanya ..
Cinta yang bersemi, bermekaran
Menetas kesejukan berirama kasih
Mengisi kekeringan dengan air suka
Mengalun syahdu…
Tuk tebus  yang tak tahu diri…
Cinta tak seperti embun yang melekat pada dinding jendela
Yang menguap terkena bias mentari
Palang hina tertancap sudah
Menjulang nyata atas bukit kala
Memberi aura simfoni pada pelupuk senja
Seraya merekah pada Kuasa-Nya…
Terbingkai dalam memori CINTA
Camkanlah…Ingatlah…Tentang AKU!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar